Kontrak Karya Tambang Emas Freeport Jauh Dari Kata 'Adil'
Selasa, 27/09/2011 16:28 WIB
Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) menilai bahwa kontrak karya pertambangan yang disepakati antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia masih jauh dari kata 'adil'. Di satu pihak, negara dirugikan, sedangkan di pihak lain Freeport meraup untung dari hasil tambang yang dikeruk di tanah Indonesia.
Hal tersebut dinyatakan oleh Ketua Presidium Masyarakat Pertambangan Indonesia, Herman Afif kepada detikFinance, Jakarta, Selasa (27/9/2011).
"Isi kontrak Freeport seharusnya berkeadilan dong. Ini kan isi kontrak Freeport di kontrak karya juga masih jauh dari berkeadilan. Satu menikmati (Freeport) dan yang satu tidak menikmati (pemerintah), itu tidak wajar," kata Herman.
Dirinya melanjutkan, langkah pemerintah untuk melakukan renegosiasi kontrak karya sudah benar adanya. Freeport seharusnya tidak boleh merasa 'super power', pihaknya harus menghormati keputusan yang dilakukan pemerintah.
"Kita kan bisa melobi, baik itu dengan cara hukum atau negosiasi. Bisalah kita lakukan dengan yang baik. Kita kan hanya meminta keberuntungan itu berimbang lah, jadi bukan mau yang aneh-aneh tapi bikinlah kontrak karyanya berimbang dan lebih fair dalam kerjasama ini. Kita ini hanya dapat setitik air, tapi ruginya sebaskom, ibaratnya seperti itulah," tanggapnya.
Menurutnya, pihak Freeport banyak mengambil keuntungan dari Indonesia. Sumber-sumber mineral yang diambil tidak dihitung dengan semestinya.
"Dia kan masalahnya memungut tembaga, tapi emasnya tidak dihitung. Padahal emasnya signifikan, jadi kita lihat pembuat kontrak yang dahulu. Dia kan memegang kontrak yang lama, dulu pun kontraknya dilakukan dengan cara yang tidak fair," lanjut Herman.
Herman meminta supaya ada titik temu yang harus diperbaiki dan saling sepakat antar kedua pihak terkait persoalan renegosiasi kontrak karya tersebut.
"Ini tergantung ke kondisi yang ada, mana yang wajar untuk Freeport dan wajar untuk pemerintah. Sekarang itu angka yang ada tidak benar. Tidak benar jika dihitung dari paradigma yang ada, apalagi sekarang undang-undang pertambangan sudah berubah. Kalau perusahaan tambang tidak patuh kepada peraturan yang ada, dia berarti hidup di antah berantah," tegasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan pemerintah akan melakukan renegosiasi kontrak pertambangan kepada seluruh perusahaan tambang di Indonesia tak terkecuali Freeport.
Ada beberapa kewajiban yang akan ditekankan pemerintah dalam kontrak baru pertambangan yaitu mulai dari pembagian royalti, kewajiban memproses di dalam negeri, perpanjangan/perluasan kontrak, aturan divestasi saham, dan lain sebagainya.
Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Namun menanggapi hal tersebut, pihak Freeport menyatakan menolak renegosiasi kontrak yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Perusahaan tambang dan emas ini merasa kontraknya sudah cukup adil bagi pemerintah Indonesia.
Saat ini memang dalam kontrak karya Freeport, jumlah royalti yang diberikan kepada pemerintah Indonesia adalah 1%.
Sedangkan dalam aturan royalti pertambangan pada Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75% dari harga jual kali tonase.
Penulis : Akhmad Nurismarsyah
Sumber : http://finance.detik.com/
Link : http://finance.detik.com/read/2011/09/27/162816/1731653/4/kontrak-karya-tambang-emas-freeport-jauh-dari-kata-adil?f9911023